Kumpulan Informasi

Apakah Keputihan itu Sama Hukumnya dengan Haid? Ini Jawabannya

Apakah Keputihan itu Sama Hukumnya dengan Haid? Ini Jawabannya
Apakah Keputihan itu Sama Hukumnya dengan Haid? Ini Jawabannya
DakwahIslam - Saat wanita menderita keputihan (ifrazat),
yakni keluarnya lendir yang umumnya bening, terkadang kental yang terkadang tak berbau, namun ada yang menyengat dari organ reproduksi wanita, banyak yang gelisah, bagaimana hukumnya dalam Islam, apakah sama dihukumi dengan darah haid, atau semacam mani?

Apakah Keputihan itu Sama Hukumnya dengan Haid? Ini Jawabannya

Memang lendir putih wanita terkadang keluar karena memang aktivitas normal, atau saat ada syahwat maupun karena penyakit. Para ulama menjelaskan jika dalam organ wanita jika keluar keputihan sebagaimana ruthubah atau lendir yang selalu membasahi organ reproduksi wanita, hingga hukumnya adalah sama. 

Sedang Haid itu sendiri  menurut bahasa berarti mengalir (menurut Hadha ‘I-Wadi). Pengertian menurut Syaikh Ibnu haid adalah darah alami yang dikeluarkan rahim selama beberapa waktu tertentu. 

Syara’: haid adalah darah alamiah pada wanita yang sehat dari pangkal rahim, saat mencapai usia tertentu, dengan cara sehat dan waktu-waktu tertentu. 

Dalil tentang haid dalam Qur’an Surat Al Baqarah ayat 222 yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.“
 
Berbeda dengan haid yang memang dihukumi kotoran yang sudah tentu najis, karena tidak boleh melakukan shalat, puasa, haji, baca Al Qur’an dan ibadah yang memerlukan kesucian lainnya. Sedang keputihan itu apakah termasuk najis? Ternyata terjadi perbedaan para ulama. Simak penuturan berikut ini, dan sahabat diharapkan bisa membaca dan mengkajinya dengan teliti. 

Ada dua pendapat mengenai Keputihan:
1. Keputihan dihukumi najis, ini menurut as-Saerozi ulama madzab Syafiiyah, al Qodhi Abu Ya’la, ulama madzab Hambali dan beberapa ulama lainnya.
2. Keputihan dihukumi Cairan suci. Hal ini disampaikan ulama hanafiyah, sebagian ulama As Syafii seperti al Baghawi, Ar Rafii dan madzab Hambali.
 Ibnu Qudamah menjelaskan, sebenarnya ada dua pendapat yang bertentangan mengenai hal ini: 

a. Keputihan statusnya najis karena berasal dari kemaluan yang bukan unsure terciptanya seorang anak, seperti halnya madzi.
b. Keputihan statusnya adalah suci. Hal ini didasari kisah Aisyah yang pernah mengerik mani dari baju Rasulullah bekas jima. Jika itu memang bekas jima’ maka sudah tercampur dengan cairan farji Aisyah. Maka jika menghukumi keputihan ini najis, seharusnya dihukumi pula najisnya mani wanita, karena sama-sama keluar dari kemaluan wanita. 

Sementara itu pendapat ulama lain seperti al Qadhi Abu Ya’la menyatakan jika semua cairan basah dari kemaluan ketika berjima’statusnya adalah najis, karena dianggap seperti madzi yang dihukumi najis, namun pendapat ini dibantah oleh Ibnu Qudamah jika saat syahwat memuncak, akan keluar mani tanpa madzi sebagaimana mimpi basah (al- Mughni, 2/65). 

Imam An Nawawi merupakan ulama Syafiiyah mengatakan: Keputihan yang keluar dari farji bentuknya cairan putih. Diperselisihkan sifatnya, antara disamakan dengan madzi dan al-irq (cairan kemaluan). Karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya. Kemudian, penulis (as-Saerozi) dalam kitab al-Muhadzab ini dan kitab at-Tahbih, keputihan hukumnya najis. Ini juga pendapat yang dipilih al-Bandaniji. Sementara al-Baghawi dan ar-Rafii serta yang lainnya berpendapat bahwa yang benar adalah suci.
 
Kesimpulan yang bisa dipetik adalah:
1. Aisyah hanya mengerik mani yang menempel di baju Rasulullah, yang mengandung arti mani tersebut bisa bercampur dengan cairan wanita, yang mana bisa berupa keputihan, berarti jika hanya dikerik, tanpa dicuci menunjukkan jika tidak najis cairan itu.
2. Ada hadis dari Ustman bin Affan dimana Zaid bin Khalid pernah bertanya kepadanya, mengenai hukum orang yang berhubungan badan tapi tak keluar mani dan beliau menjawab: “Dia berwudhu dengan sempurna dan dia cuci kemaluannya.” Kata Utsman, ‘Aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ (HR. Bukhari 179 dan Muslim 347).
 
Dari sini bisa disimpulkan jika keputihan itu ada dua pendapat ada yang mengatakan najis namun dari sekian hadis yang terpapar diatas, lebih cenderung menjelaskan jika keputihan, cairan yang keluar dari organ wanita itu adalah suci. (Jami’ Ahkam an-Nisa, 1/66), hal ini juga diperkuat oleh syaikh Musthofa al-Adawi, seorang dai dari Mesir. Jadi, memang hukum keputihan dengan haid adalah beda. Dimana haid dihukumi darah kotor dan tidak suci, sedang keputihan dihukumi suci dan tidak najis. 

Referensi:
1. Candra Nila MD, 2013, 202 Tanya Jawab Fikih Wanita, Al Maghfirah, Jakarta. 

Sumber: Ummi-online.com
Advertisement